JAKARTA : Pemerintah memberi waktu hingga 3 bulan kepada seluruh
pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi agar menyerahkan
proposal rencana produksi jangka panjang dan rencana peningkatan nilai
tambah mineral.
Dirjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan jika proposal itu tidak diserahkan, pemerintah akan menghentikan ekspor mineral mentah yang mereka lakukan.
“Kalau ngga punya rencana, nanti distop dulu ekspornya,” ujarnya ketika ditemui di kantor Kementerian ESDM, hari ini.
Seperti diketahui, pemegang IUP Operasi Produksi untuk setiap jenis
komoditas tambang mineral logam, mineral bukan logam, dan batuan, wajib
melakukan peningkatan nilai tambah mineral.
Ketentuan itu tertuang dalam Permen ESDM No.7 Tahun 2012 tentang
Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan
Pemurnian Mineral. Permen itu ditandatangani Menteri ESDM Jero Wacik
pada 6 Februari 2012.
Dalam pasal 21 dituliskan pada saat Permen ini mulai berlaku, Pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR
Jumat, 20 April 2012
JAKARTA: Menteri Energi Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengatakan
sampai saat ini baru sedikit sekali perusahaan tambang yang mengajukan
proposal jangka panjangnya. Padahal, ketentuan tidak boleh mengekspor
barang tambang mentah sudah ada sejak 2009, yakni sejak UU No.4 Tahun 9
tentang Minerba diterbitkan.
“Semua perusahaan tambang cepat-cepatlah ajukan proposal, sekarang. Nanti akan ada peninjauan. Makanya kami keluarkan Permen itu. Permen itu mendesak agar cepat ajukan rencana. Jadi tujuannya untuk memberi tekanan agar nanti 2014 kita bisa memenuhi amanat UU Minerba,” ujar Wacik hari ini.
“Semua perusahaan tambang cepat-cepatlah ajukan proposal, sekarang. Nanti akan ada peninjauan. Makanya kami keluarkan Permen itu. Permen itu mendesak agar cepat ajukan rencana. Jadi tujuannya untuk memberi tekanan agar nanti 2014 kita bisa memenuhi amanat UU Minerba,” ujar Wacik hari ini.
JAKARTA: Harga nikel dunia bersiap melonjak berlipat setelah Indonesia
sebagai salah satu pemasok terbesar nikel mengeluarkan regulasi yang
membuat para pemain bisnis tambang mineral dilingkupi ketidakpastian.
Hingga akhir pekan lalu harga saham raksasa nikel dunia, Jinchuan Group International Resources Co meloncat hingga 30% akibat menguatnya spekulasi pelarangan impor bahan mentah nikel pada Mei oleh pemerintah Indonesia di tengah melonjaknya kebutuhan nikel industri stainless-steel China.
Menurut Wang Haoyang, analis SMM Information & Technology Co., harga saham Jinchuan naik setelah munculnya spekulasi pelarangan bijih laterit per 7 Mei. Bijih laterit nikel adalah bahan utama tambahan pembuatan baja tahan karat (stainless-steel), seperti dikutip dari laman ferroalloynet.com.
Pada kesempatan terpisah Wang Lixin, analis dan peneliti Custeel.com menyatakan China kini bersiap melirik potensi impor di luar Indonesia. Dia mencatat tahun lalu China mengimpor 20,6 metrik ton bijih nikel dari Indonesia (kadar 1,5-2,1%) atau 53% dari seluruh kebutuhan negeri
tersebut.
Marulam C.Sianipar, Direktur Utama PT Beta Mineral Indonesia (Bemindo) yang memiliki tambang di Sulawesi Tenggara tidak membantah adanya kesimpang-siuran informasi yang dipicu Peraturan Menteri ESDM No 07/2012 tentang peningkatan nilai tambah mineral.
Spekulasi muncul akibat adanya tumpang tindih antara UU Minerba no 4 tahun 2009 dengan Permen yang baru diteken Menteri ESDM Jero Wacik pada 6 Februari lalu.
Dalam pasal 170 UU Minerba no 4 tahun 2009 dikatakan "Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat- lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
Sementara bunyi dalam pasal 21 permen no 7 tahun 2012 dinyatakan "Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dilarang untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini"
“Kami pemain nikel cukup bingung dengan aturan ini. Begitu mendengar adanya permen ini, China langsung mempersiapkan diri membeli dari tempat lain. Padahal tahun lalu Indonesia mengekspor 95% dari seluruh produksi bijih nikel ke China,” ujarnya.
Salah satu sumber bijih nikel yang kembali dilirik China adalah Filipina Selatan yang sempat ditinggalkan karena persoalan keamanan. “Jika harga bijih nikel kadar 1,8% benar-benar melonjak sampai US$100 per WMT, pasti China akan kembali ke Moro (Filipina Selatan).”
Diketahui selain Indonesia, China mengimpor bijih nikel dari Filipina, Rusia, Australia dan Kaledonia Baru. Sementara itu China juga tengah mempercepat pembangunan pusat tambang dan pengolahan nikel di Mongolia yang bisa menghasilkan 39,8 metrik ton bijih nikel.
Demi proyek Mongolia, China melalui perusahaan pelat merah Baotou Steel Rare-Earth (Group) Hi-Tech Co. membangun 10 fasilitas gudang mineral di daerah Baotou, dekat perbatasan Mongolia yang mampu menampung 100 ribu metrik ton.
Selain China dan India sebagai raksasa stainless steel, Korea Selatan diketahui aktif memburu bijih nikel demi memenuhi kebutuhan metal mereka.
Tahun lalu Pohang Iron and Steel Company (Posco), produsen stainless steel terbesar nomor dua di dunia menanamkan tak kurang US$448 juta untuk membangun unit pemurnian nikel di Gwangyang, Korea Selatan dengan pemasok bahan baku dari Kaledonia Baru, Societe Nickel de Nouvelle-Caledonie et Coree untuk memenuhi target produksi 54.000 metrik ton pada 2014.
Seperti dikutip dari Bloomberg, kebutuhan stainless steel melonjak seiring peningkatan produksi mobil dan pembangunan infrastruktur. Bagi produsen baja anti karat, nikel menyedot hampir 60% biaya pembuatan stainless steel.(api)
Hingga akhir pekan lalu harga saham raksasa nikel dunia, Jinchuan Group International Resources Co meloncat hingga 30% akibat menguatnya spekulasi pelarangan impor bahan mentah nikel pada Mei oleh pemerintah Indonesia di tengah melonjaknya kebutuhan nikel industri stainless-steel China.
Menurut Wang Haoyang, analis SMM Information & Technology Co., harga saham Jinchuan naik setelah munculnya spekulasi pelarangan bijih laterit per 7 Mei. Bijih laterit nikel adalah bahan utama tambahan pembuatan baja tahan karat (stainless-steel), seperti dikutip dari laman ferroalloynet.com.
Pada kesempatan terpisah Wang Lixin, analis dan peneliti Custeel.com menyatakan China kini bersiap melirik potensi impor di luar Indonesia. Dia mencatat tahun lalu China mengimpor 20,6 metrik ton bijih nikel dari Indonesia (kadar 1,5-2,1%) atau 53% dari seluruh kebutuhan negeri
tersebut.
Marulam C.Sianipar, Direktur Utama PT Beta Mineral Indonesia (Bemindo) yang memiliki tambang di Sulawesi Tenggara tidak membantah adanya kesimpang-siuran informasi yang dipicu Peraturan Menteri ESDM No 07/2012 tentang peningkatan nilai tambah mineral.
Spekulasi muncul akibat adanya tumpang tindih antara UU Minerba no 4 tahun 2009 dengan Permen yang baru diteken Menteri ESDM Jero Wacik pada 6 Februari lalu.
Dalam pasal 170 UU Minerba no 4 tahun 2009 dikatakan "Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat- lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
Sementara bunyi dalam pasal 21 permen no 7 tahun 2012 dinyatakan "Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dilarang untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini"
“Kami pemain nikel cukup bingung dengan aturan ini. Begitu mendengar adanya permen ini, China langsung mempersiapkan diri membeli dari tempat lain. Padahal tahun lalu Indonesia mengekspor 95% dari seluruh produksi bijih nikel ke China,” ujarnya.
Salah satu sumber bijih nikel yang kembali dilirik China adalah Filipina Selatan yang sempat ditinggalkan karena persoalan keamanan. “Jika harga bijih nikel kadar 1,8% benar-benar melonjak sampai US$100 per WMT, pasti China akan kembali ke Moro (Filipina Selatan).”
Diketahui selain Indonesia, China mengimpor bijih nikel dari Filipina, Rusia, Australia dan Kaledonia Baru. Sementara itu China juga tengah mempercepat pembangunan pusat tambang dan pengolahan nikel di Mongolia yang bisa menghasilkan 39,8 metrik ton bijih nikel.
Demi proyek Mongolia, China melalui perusahaan pelat merah Baotou Steel Rare-Earth (Group) Hi-Tech Co. membangun 10 fasilitas gudang mineral di daerah Baotou, dekat perbatasan Mongolia yang mampu menampung 100 ribu metrik ton.
Selain China dan India sebagai raksasa stainless steel, Korea Selatan diketahui aktif memburu bijih nikel demi memenuhi kebutuhan metal mereka.
Tahun lalu Pohang Iron and Steel Company (Posco), produsen stainless steel terbesar nomor dua di dunia menanamkan tak kurang US$448 juta untuk membangun unit pemurnian nikel di Gwangyang, Korea Selatan dengan pemasok bahan baku dari Kaledonia Baru, Societe Nickel de Nouvelle-Caledonie et Coree untuk memenuhi target produksi 54.000 metrik ton pada 2014.
Seperti dikutip dari Bloomberg, kebutuhan stainless steel melonjak seiring peningkatan produksi mobil dan pembangunan infrastruktur. Bagi produsen baja anti karat, nikel menyedot hampir 60% biaya pembuatan stainless steel.(api)
JAKARTA. Saham-saham komoditas, khususnya produsen nikel, tampak memerah
pada transaksi hari ini. Pada pukul 10.47, saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO)
turun 2,14% menjadi Rp 3.425. Tiga sekuritas yang paling banyak menjual
saham ini adalah Citigroup Securities senilai Rp 2,26 miliar, OSK
Nusadana Securities senilai Rp 1,91 miliar, dan JPMorgan Securities
senilai Rp 1,73 miliar.
Sementara, saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) juga turun 1,04% menjadi Rp 1.910. Data Bloomberg menunjukkan, sejumlah broker yang paling banyak melepas kepemilikannya atas saham ini adalah Henan Putihrai senilai Rp 1,9 miliar, Mandiri Sekuritas senilai Rp 1,26 miliar, dan Royal Trust Capital senilai Rp 473,34 juta.
Disinyalir, penurunan kedua saham ini mengekor arah pergerakan harga nikel dunia. Asal tahu saja, kemarin, harga kontrak nikel turun 2,1% menjadi US$ 19.075 per ton di London. Ini merupakan level terendah sejak 6 Januari lalu.
Sementara, saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) juga turun 1,04% menjadi Rp 1.910. Data Bloomberg menunjukkan, sejumlah broker yang paling banyak melepas kepemilikannya atas saham ini adalah Henan Putihrai senilai Rp 1,9 miliar, Mandiri Sekuritas senilai Rp 1,26 miliar, dan Royal Trust Capital senilai Rp 473,34 juta.
Disinyalir, penurunan kedua saham ini mengekor arah pergerakan harga nikel dunia. Asal tahu saja, kemarin, harga kontrak nikel turun 2,1% menjadi US$ 19.075 per ton di London. Ini merupakan level terendah sejak 6 Januari lalu.
JAKARTA: Pelaku usaha pertambangan mineral Indonesia bersama pejabat daerah sepakat meminta kepada pemerintah untuk menunda pemberlakuan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 07 tahun 2012
Permen tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral itu dipandang bertentangan dengan berbagai perundang-undangan yg kedudukannya lebih tinggi.
Pasal-pasal yang bertentangan minta dicabut dalam waktu 3 hari kerja.
"Apabila diabaikan, kami baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri akan menempuh tindakan hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,’’ tegas Ketua Umum Asosiasi Nikel Indonesia, Shelby Ihsan Saleh, Minggu 11 Maret 2012.
Dia menyatakan Permen tertanggal 6 Februari 2012 tersebut telah menimbulkan adanya keresahan dan ketidakpastian hukum di kalangan pelaku usaha di bidang pertambangan mineral dan investor di bidang pertambangan dan mineral di Indonesia.
Permen tersebut telah menimbulkan adanya tumpang tindih kewenangan antara pejabat pemerintah pusat dan pejabat perangkat daerah provinsi, kabupaten/kota. Bahkan Permen ESDM No 7 tahun 2012 itu sangat bias antara petunjuk teknis atau kebijakan baru.
Pelaku usaha dan perangkat daerah menilai telah terjadi usaha untuk mengkooptasi berbagai kewenangan pemerintah daerah mejadi kewenangan pemerintah pusat.
Hal ini dipandang bertentangan dengan azas, tujuan, dan prinsip Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Pasal 8 Butir 4 Permen itu menyatakan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaskud pada ayat () huruf c diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama menteri, gubernur, atau bupati/wakil kota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21 Permen ini menegaskan pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR yg diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dilarang untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya peraturan menteri ini.
Urusan wajib
Pelaku usaha menilai Permen ini bertentangan dengan uu No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Pasal 24 ayat (1) huruf m UU ini menyatakan, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yg berskala kabupaten/kota yang meliputi Pelayanan Administrasi Penanaman Modal.
Ayat 2 pasal ini menyatakan urusan pemerintah kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Selain bertentangan dengan UU Pemerintah Daerah, Permen ini juga bertentangan dengan UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan dan Mineral dan Batubara serta Peraturan Pemerintah (PP) No.23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pasal 170 UU No. 4 tahun 2009 menyebutkan pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU ini diundangkan.
Pasal 112 ayat 4 (c) PP No.23 tahun 2010 menyatakan kuasa pertambangan, surat izin pertambangan daerah dan surat izin pertambangan rakyat yang diberikan berdasarkan ketentuan perundang-undangan sebelum ditetapkannya PP ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhir.
Kuasa pertambangan juga wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam jangka waktu paling lambat lima tahun sejak berlakunya UU No. 4 tahun 2009.
Berbagai masalah yang akan timbul dengan dikeluarkannya Permen nomor 27 tahun 2012 tersebut Asosiasi Nikel Indonesia menganggap perlu untuk melakukan bedah Permen dan meninjaunya dari segi hukum, pemda, dan pengusaha di Grand Melia.
"Dari seminar ini kami berharap, pemerintah dapat memahami kerugian Negara, pemda, dan pengusaha,’’ jelas Shelby. (ea)
JAKARTA : Sebanyak total 7 investor asing, termasuk investor asal China
dan Korea Selatan tertarik membangun pabrik pengolahan atau smelter di
Indonesia.
Dirjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Thamrin Sihite
mengatakan mereka sudah menyerahkan proposal pembangunan smelter kepada
pemerintah. Sayangnya, ia enggan merinci siapa saja calon investor itu.
“Ada 7 investor diantaranya dari China, Korea Selatan, banyak lagi.
Mereka sudah mengajukan usulan pembangunan smelter,” ujarnya, hari ini.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, hingga saat ini pemerintah baru
menerima 19 proposal peningkatan nilai tambah mineral dan batu bara
melalui pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian. Dari total 19
smelter itu, sebanyak 10 smelter diantaranya, ditargetkan beroperasi
pada 2014.
Kesembilanbelas proposal tersebut berasal dari PT Antam Tbk (5
smelter), PT Vale Indonesia Tbk (dulu PT Inco Tbk), PT Weda Bay Nikel,
Meratus Jaya Iron & Steel, Indoferro, PT Sebuku Iron Lateritic Ore,
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk-POSCO.
Selanjutnya, PT Nusantara Smelting, PT Indosmelt, Pendopo Coal
Gasification, Pendopo Coal Upgrading, PT Dairi Prima Mineral, PT
Agincourt Resources, PT Timah (Persero) Tbk, dan PT Jinghuang Indonesia.
Dengan tambahan 7 investor, artinya saat ini proposal smelter bertambah
menjadi 26.
“Sebelumnya kan 19, sekarang jadi 26,” ujar Thamrin.
Menurut Thamrin, dengan adanya kewajiban nilai tambah mineral yang
tertuang dalam Permen ESDM No.7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai
Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral,
semestinya bisa menstimulus investor untuk membangun smelter.
Di sisi lain, investor yang menyatakan tertarik membangun smelter di
Indonesia, juga mempertanyakan kepastian suplai berupa bijih (raw
material atau ore) yang diproduksi di Indonesia, untuk kelangsungan
hidup smelter itu sendiri.
“Malah China sudah banyak nanya ke kita, dia nanya bagaimana security of supply saya?,” ujar Thamrin.
Thamrin mengatakan peluang bisnis smelter sebenarnya juga sudah
ditunjang oleh insentif yang disediakan pemerintah, diantaranya melalui
Peraturan Pemerintah No.52 Tahun 2011 yang ditandatangani Presiden SBY
pada 22 Desember 2011.
PP 52/2011 berisi tentang Perubahan Kedua atas PP No.1 Tahun 2007
tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di
Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu.
“Diharapkan investor bisa investasi di sini. Kita sudah perjuangkan
insentif untuk smelter, itu kan peluang sebenarnya. PP 52/2011 itu sudah
cukup memfasilitasi,” ujarnya.
Menurutnya, dengan melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri,
maka produk mentah tambang bisa mendapatkan nilai tambah yang tinggi.
Bijih bauksit misalnya, jika diolah menjadi alumina maka nilainya 7 kali
lipat dibandingkan bentuk sebelumnya yang hanya berupa bijih.
“Kalau kemudian diolah lagi menjadi aluminium, itu lebih besar lagi
nilai tambahnya, bisa 19—30 kali lipat nilai tambahnya,” jelas Thamrin.
Sementara itu, pengamat pertambangan yang juga mantan Dirjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Simon F. Sembiring mengatakan permen nilai tambah mineral sudah bagus dan sudah sesuai dengan UU No.4 Tahun 2009 tentang Minerba.
“Tidak ada yang salah dengan Undang-undangnya. Permen-nya bagus sudah
sesuai UU. Para pengusaha itu diminta buat program nilai tambah, tapi
mereka langsung berfikir negatif. Harusnya mereka buka komunikasi dengan
ESDM,” ujarnya. (sut)
JAKARTA : Pemerintah menegaskan terbitnya Permen ESDM No.7/2012 adalah
untuk mengerem ekspor bijih mineral atau raw material secara
besar-besaran.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo mengatakan ekspor bijih mineral secara besar-besaran sudah terjadi sejak UU Minerba diterbitkan pada 2009.
Menurutnya, banyak perusahaan tambang yang saat ini malah mengekspor
bijih mineral secara besar-besaran sebelum ekspor barang mentah dilarang
pada 2014.
“Mereka [perusahaan tambang] itu nakalnya begitu. Begitu dinyatakan
ngga boleh ekspor barang mentah selambat-lambatnya 2014, mereka malah
menggenjot ekspor sampai 8 kali lipat, 10 kali lipat, itu kan
habis-habisan. Permen ini untuk mengerem itu,” ujarnya ketika ditemui di
kantornya hari ini.
Permen ESDM No.7 Tahun 2012 berisi tentang Peningkatan Nilai Tambah
Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral. Permen itu
ditandatangani oleh Menteri ESDM Jero Wacik pada 6 Februari 2012.
Dalam pasal 21 dituliskan bahwa pada saat permen ini mulai berlaku, Pemegang IUP
Operasi Produksi dan IPR yang diterbitkan sebelum berlakunya Permen ini dilarang untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri dalam jangka waktu paling lambat 3 bulan sejak berlakunya Permen ini, yang artinya adalah pada 6 Mei.
Menurut Widjajono, larangan ekspor bijih mineral paling lambat 6 Mei
itu juga demi mengembalikan volume ekspor bijih mineral sebelum UU
Minerba diterbitkan atau sebelum 2009. Jika perusahaan tetap ingin
mengekspor, lanjutnya, volumenya harus menggunakan volume sebelum 2009.
“Waktu 3 bulan itu seperti kejutan aja. Mereka [perusahaan] itu ngga
boleh ekspor karena mereka itu juga nakal, begitu wajib diolah di dalam
negeri, mereka malah genjot ekspor. Itu i’tikad yang ngga baik
sebenarnya. Kalau gitu, sudah distop saja ekspornya atau boleh ekspor,
tapi pakai rate sebelum 2009. Kira-kira nanti solusinya seperti itu,”
jelasnya.
Berdasarkan data ekspor Kementerian Perdagangan, sejak empat tahun
terakhir (2008—2011), terjadi peningkatan ekspor bijih mineral Indonesia
secara besar-besaran. Untuk ekspor bijih tembaga meningkat hampir 11
kali lipat, yakni dari 2008 sebesar 1.300 ton menjadi 13.800 ton pada
2011.
Selanjutnya, untuk ekspor bijih nikel meningkat 8 kali lipat, yakni
dari 4,1 juta ton menjadi 33 juta ton. Untuk ekspor bijih bauksit
meningkat lebih dari 5 kali lipat, yakni dari 7,8 juta ton menjadi 40
juta ton. Terakhir, untuk ekspor bijih besi meningkat lebih dari 7 kali
lipat, yakni dari 1,8 juta ton menjadi 12,8 juta ton. (sut)
Langganan:
Postingan (Atom)