Jumat, 20 April 2012


JAKARTA: Pelaku usaha pertambangan mineral Indonesia bersama pejabat daerah sepakat meminta kepada pemerintah untuk menunda pemberlakuan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 07 tahun 2012

Permen tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral itu dipandang bertentangan dengan berbagai perundang-undangan yg kedudukannya lebih tinggi.

Pasal-pasal yang bertentangan minta dicabut dalam waktu 3 hari kerja.

"Apabila diabaikan, kami baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri akan menempuh tindakan hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,’’ tegas Ketua Umum Asosiasi Nikel Indonesia, Shelby Ihsan Saleh, Minggu 11 Maret 2012.

Dia menyatakan Permen tertanggal 6 Februari 2012 tersebut telah menimbulkan adanya keresahan dan ketidakpastian hukum di kalangan pelaku usaha di bidang pertambangan mineral dan investor di bidang pertambangan dan mineral di Indonesia.

Permen tersebut telah menimbulkan adanya tumpang tindih kewenangan antara pejabat pemerintah pusat dan pejabat perangkat daerah provinsi, kabupaten/kota. Bahkan Permen ESDM No 7 tahun 2012 itu sangat bias antara petunjuk teknis atau kebijakan baru.

Pelaku usaha dan perangkat daerah menilai telah terjadi usaha untuk mengkooptasi berbagai kewenangan pemerintah daerah mejadi kewenangan pemerintah pusat.

Hal ini dipandang bertentangan dengan azas, tujuan, dan prinsip Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Pasal 8 Butir 4 Permen itu menyatakan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaskud pada ayat () huruf c diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama menteri, gubernur, atau bupati/wakil kota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21 Permen ini menegaskan pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR yg diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dilarang untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya peraturan menteri ini.

Urusan wajib

Pelaku usaha menilai Permen ini bertentangan dengan uu No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Pasal 24 ayat (1) huruf m UU ini menyatakan, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yg berskala kabupaten/kota yang meliputi Pelayanan Administrasi Penanaman Modal.

Ayat 2 pasal ini menyatakan urusan pemerintah kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Selain bertentangan dengan UU Pemerintah Daerah, Permen ini juga bertentangan dengan UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan dan Mineral dan Batubara serta Peraturan Pemerintah (PP) No.23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pasal 170 UU No. 4 tahun 2009 menyebutkan pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU ini diundangkan.

Pasal 112 ayat 4 (c) PP No.23 tahun 2010 menyatakan kuasa pertambangan, surat izin pertambangan daerah dan surat izin pertambangan rakyat yang diberikan berdasarkan ketentuan perundang-undangan sebelum ditetapkannya PP ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhir.

Kuasa pertambangan juga wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam jangka waktu paling lambat lima tahun sejak berlakunya UU No. 4 tahun 2009.

Berbagai masalah yang akan timbul dengan dikeluarkannya Permen nomor 27 tahun 2012 tersebut Asosiasi Nikel Indonesia menganggap perlu untuk melakukan bedah Permen dan meninjaunya dari segi hukum, pemda, dan pengusaha di  Grand Melia.

"Dari seminar ini kami berharap, pemerintah dapat memahami kerugian Negara, pemda, dan pengusaha,’’ jelas Shelby. (ea)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar