Jumat, 20 April 2012

JAKARTA : Pemerintah menegaskan terbitnya Permen ESDM No.7/2012 adalah untuk mengerem ekspor bijih mineral atau raw material secara besar-besaran.
 
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo mengatakan ekspor bijih mineral secara besar-besaran sudah terjadi sejak UU Minerba diterbitkan pada 2009.
 
Menurutnya, banyak perusahaan tambang yang saat ini malah mengekspor bijih mineral secara besar-besaran sebelum ekspor barang mentah dilarang pada 2014.
 
“Mereka [perusahaan tambang] itu nakalnya begitu. Begitu dinyatakan ngga boleh ekspor barang mentah selambat-lambatnya 2014, mereka malah menggenjot ekspor sampai 8 kali lipat, 10 kali lipat, itu kan habis-habisan. Permen ini untuk mengerem itu,” ujarnya ketika ditemui di kantornya hari ini.
 
Permen ESDM No.7 Tahun 2012 berisi tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral. Permen itu ditandatangani oleh Menteri ESDM Jero Wacik pada 6 Februari 2012.
 
Dalam pasal 21 dituliskan bahwa pada saat permen ini mulai berlaku, Pemegang IUP
Operasi Produksi dan IPR yang diterbitkan sebelum berlakunya Permen ini dilarang untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri dalam jangka waktu paling lambat 3 bulan sejak berlakunya Permen ini, yang artinya adalah pada 6 Mei.
 
Menurut Widjajono, larangan ekspor bijih mineral paling lambat 6 Mei itu juga demi mengembalikan volume ekspor bijih mineral sebelum UU Minerba diterbitkan atau sebelum 2009. Jika perusahaan tetap ingin mengekspor, lanjutnya, volumenya harus menggunakan volume sebelum 2009.
  
“Waktu 3 bulan itu seperti kejutan aja. Mereka [perusahaan] itu ngga boleh ekspor karena mereka itu juga nakal, begitu wajib diolah di dalam negeri, mereka malah genjot ekspor. Itu i’tikad yang ngga baik sebenarnya. Kalau gitu, sudah distop saja ekspornya atau boleh ekspor, tapi pakai rate sebelum 2009. Kira-kira nanti solusinya seperti itu,” jelasnya.
 
Berdasarkan data ekspor Kementerian Perdagangan, sejak empat tahun terakhir (2008—2011), terjadi peningkatan ekspor bijih mineral Indonesia secara besar-besaran. Untuk ekspor bijih tembaga meningkat hampir 11 kali lipat, yakni dari 2008 sebesar 1.300 ton menjadi 13.800 ton pada 2011.
 
Selanjutnya, untuk ekspor bijih nikel meningkat 8 kali lipat, yakni dari 4,1 juta ton menjadi 33 juta ton. Untuk ekspor bijih bauksit meningkat lebih dari 5 kali lipat, yakni dari 7,8 juta ton menjadi 40 juta ton. Terakhir, untuk ekspor bijih besi meningkat lebih dari 7 kali lipat, yakni dari 1,8 juta ton menjadi 12,8 juta ton. (sut)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar